Struktur Narasi Visual di Balik Desain Publikasi
Publikasi, entah berupa buku, majalah, buletin, katalog ataupun laman elektronik, merupakan sebuah sistem komunikasi visual yang memadukan teks dan citra dalam berbagai cara. Dituntut banyak pertimbangan dari desainer yang merancang, karena publikasi bukan hanya medium yang bersifat tunggal seperti halnya satu buah poster melainkan multi-halaman. Setiap publikasi memiliki struktur naratif yang terkait dimensi waktu (baca: durasi baca) dan bukan melulu dimensi ruang (baca: tata letak). Dalam merancang publikasi, desainer dituntut untuk mengelola sejumlah besar teks ke dalam satu sistem tipografis yang terintegrasi dengan gambar, menciptakan satu keterpaduan utuh melebihi sekadar penjumlahan bagian-bagiannya, mencakup keseluruhan halaman publikasi.
Alur narasi visual publikasi barangkali merupakan pertimbangan terpenting yang harus dilakukan desainer. Alur dapat dipahami sebagai semacam variasi tema atau ritme visual yang ditangkap pembaca dari halaman ke halaman dalam waktu, mendekati pengalaman yang didapat saat mendengarkan musik atau menonton film. Dengan mengatur ritme secara variatif, misalnya dari lambat ke cepat, atau dari statis ke dinamis, desainer dapat memberi efek-efek tertentu pada pembaca. Pertama, pembaca dibawa lebih terlibat saat membalik dari halaman ke halaman. Kedua pembaca juga diberi petunjuk akan adanya perubahan isi lewat variasi tema atau ritme visual tersebut.[1] Intinya, alur sebuah publikasi multi halaman dirancang bagaikan alur film yang memiliki bagian perkenalan, konflik, klimaks dan resolusi.
Jika orang bertanya bagaimana alur tersebut di atas dibuat dan dikelola? Jawabannya, alur pada akhirnya ditentukan oleh struktur visual keseluruhan publikasi. Majalah misalnya dibagi menjadi beberapa bagian struktural, yakni rubrik-rubrik yang tetap dalam setiap edisi, dan bagian fitur yang yang selalu berubah dari edisi ke edisi. Strategi visual menangani bagian-bagian majalah tersebut adalah melalui variasi visual, sambil tentu desainer harus juga mengenali dan menjaga ciri-ciri visual yang konsisten sebagai “benang merah” yang akan membentuk identitas visual keseluruhan publikasi. Variasi visual dalam rubrik tetap bukanlah ditujukan untuk menciptakan perbedaan drastis melainkan memberi efek ritmis sambil memberi penekanan-penekanan halus. Pembedaan visual antara rubrik tetap dan rubrik fitur barulah dapat dilakukan dengan lebih dramatis, misalnya dengan mengubah skema warna, atau tekstur tipografis dari renggang-terang ke padat-gelap, atau struktur tata letak dari sederhana menjadi rumit.[2] Kembali ke contoh film, pembedaan yang lebih dramatis ini adalah untuk menciptakan perbedaan alur, misalnya dari bagian introduksi ke konflik, atau dari konflik ke klimaks, di mana efeknya adalah jelas untuk mempengaruhi perjalanan emosional pemirsa selama durasi film.
Merancang publikasi baik itu dalam medium analog ataupun digital memang bukan pekerjaan sesederhana mengoperasikan piranti tata letak, melainkan mengandaikan kemampuan menganalisis alur dan membentuk sebuah narasi visual, melalui variasi penataan aksara dan citra (olah ruang visual yang dibayangkan bergerak atau berubah dalam waktu). Oleh karena itu, butuh proses pembelajaran yang cukup panjang dan dilakukan dalam lebih dari satu mata kuliah. Studio-studio tipografi dan desain komunikasi visual memfasilitasi mahasiswa New Media Binus untuk melakukan studi-studi dan latihan-latihan olah narasi visual ini mulai dari taraf yang sederhana, menegah sampai kompleks. Mahasiswa juga dapat memilih publikasi sebagai salah satu alternatif topik tugas akhir.
[1] Lih. Samara, Timothy, Publication Design Workbook, A Real-World Design Guide, Rockport Publishers, Gloucester, 2005, p. 82.
[2] Bdk. Samara, ibid. p. 83.
Comments :