TERAPAN ANALISA ROLAND BARTHES PADA POSTER “IBU BERKORBAN LEBIH DARI KITA YANG KITA SADARI”.

Roland Barthes mengembangkan teori semiotika yang dibentuk oleh Ferdinand De Saussure. Sebagai ahli linguistik Ferdinand De Saussure menerapkan konsep semiotika hanya pada tingkat denotatif. Menurut Ferdinand De Saussure, tanda (sign) dalam memproduksi makna dipecah menjadi penanda (signified) dan petanda (signifier). Pada tingkat denotatif produksi makna hanya berhenti pada tatanan yang menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda serta antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal.

Kemudian Roland Barthes mengembangkan konsep dari Ferdinand De Saussure sampai pada tingkatan konotatif atau myth. Tingkatan konotaitif dipakai untuk menjelaskan salah satu dari 3 cara kerja tanda dalam tatanan pertandaan kedua. Pada tatanan ini konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya.

Menurut Roland Barthes pada analisis poster “Paris Match”, myth (mitos) didefenisikan sebagai sejarah yang bertransformasi menjadi sesuatu yang natural atau alami. Sehingga myth tidak bisa menjadi suatu simbol karena mitos bersifat ambigu yang memiliki fungsi binary. Sebagai contoh myth pada poster “Paris Match” fungsi binary terdapat di dalam latar belakang negro yang menginginkan kebebasan. Tetapi pada poster tersebut, tidak tergambarkan makna kebebasan karena negro justru memberi hormat pada bendera Prancis.

Berkaitan dengan analisa tingkat kedua Roland Barthes, pada tugas ini kami mengangkat poster “Ibu Berkorban Lebih Dari Yang Kita Sadari” sebagai objek analisa.

Pada gambar diatas terdapat kumpulan tanda yang terdiri dari beberapa tanda : nasi anak yang memakai lauk ayam, sedangkan nasi ibu tidak memakai lauk. Tanda lainnya, tangan anak kecil dan tangan orang dewasa (ibu) dan latar belakang pada gambar berwarna merah jambu (pink), dari tanda tersebut memiliki arti ibu rela berkorban lebih dari yang kita sadari dengan tidak memakai lauk pada makanannya, menjadi sebuah penanda (signified) dan petanda (signifier) selanjutnya penanda dan petanda melahirkan tanda (sign) baru yang memiliki arti pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu yang akhirnya menjadi petanda (signifier) dan penanda (signified). Pada akhirnya penanda dan petanda menjadi sebuah myth dalam makna biner dimana tokoh seorang ibu itu sakral, bertanggung jawab, rela berkorban dan sosok yang harus dihormati. Dari sisi makna biner lainnya seorang ibu yang memiliki sifat seperti : ibu tiri, ibu yang memperkerjakan anaknya yang belum cukup umur. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa definisi myth adalah dari sejarah bertransformasi menjadi sesuatu yang natural (alami). Myth tidak bisa menjadi sebuah simbol karna ambiguitas yang memiliki dua konsekuensi untuk satu petanda atau penanda.

Sejarah yang bertransformasi menjadi natural dari poster tersebut yaitu sejarah dimasa kita kecil sampai sekarang yang di ajarkan dalam dunia pendidikan, lingkungan masyarakat dan agama bahwa ibu adalah sosok yang harus dihormati, rela berkorban, dan bersifat sakral. Selain itu ada doktrinisasi dari sisi yang berbeda melalui media yang berlawanan seperti, cerita-cerita film “Ratapan Anak Tiri” yang mempunyai arti seorang ibu berperilaku jahat terhadap anaknya. Dari sejarah tersebut terbentuklah secara natural (alami) didalam masyarakat yang membentuk tokoh seorang ibu itu menjadi sakral dan tidak ada kontradiksi yang menjadi sebuah kompleksitas dalam sosial masyarakat. Secara esensi sederhana ibu adalah orang tua biologis.