TENUN SINTANG KALIMANTAN BARAT

Sintang adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sintang memiliki luas 21.638 Km2, yang merupakan posisi strategis dalam konteks Nasional, regional dan Internasional. Kabupaten Sintang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur dan Brunei Darussalam, sehingga kawasan Sintang merupakan daerah strategis internasional, karena merupakan gerbang keluar masuk nya manusia dan barang dengan jalur darat. Penduduknya multi-etnis, mayoritas suku Dayak dan Melayu. Kabupaten Sintang merupakan wilayah perbukitan dengan perkiraan luas 22.392km2 dan merupakan kabupaten terbesar ke dua setelah kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kabupaten Sintang dialiri 2 sungai besar yaitu sungai Kapuas dan Sungai Melawi.

Salah satu yang cukup terkenal dari Sintang ini adalah kain tenun ikatnya. Tenun ikat Sintang merupakan warisan budaya suku Dayak yang mempunyai nilai seni tinggi. Kain tenun ikat Sintang tidak diproduksi dengan mudah. Proses pembuatannya cukup panjang, mulai dari menanam kapas, memintal benang (ngaos), peminyakan benang, pewarnaan dengan mencelup, mengikat motif, hingga menenun. Semua dilakukan dengan cara manual. Proses menenunnya menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu dan bambu yang biasa disebut ‘gedokan’. Untuk menghasilkan selembar kain ukuran kebat atau tating (seukuran taplak meja), umumnya membutuhkan waktu satu bulan. Sedangkan membuat kain yang ukuran kumbu (seukuran selimut), bisa memakan waktu hingga enam bulan. Motif-motif kain tenun ikat Sintang lebih bernuansa tradisional yang terinspirasi dari hal-hal yang ada di sekitar lingkungan masyarakat Sintang, baik dari tumbuhan, hewan, sungai, hutan dan lain-lain. Motif motif diwariskan turun temurun dari pengerajin tua ke pengerajin muda. Motif-motif baru tidak terlalu sering hadir dan jika ada, gaya motifnya tidak berbeda dengan apa yang sudah ada sebelumnya, tradisional.

Peminat kain tenun ikat sintang umumnya menyukai produk-produk yang tradisional, ini didukung dengan motif tenun tersebut yang bernuansa tradisional. Untuk memperluas pasar kain tenun perlu menjangkau segmen pasar yang lain. Segmen pasar yang cukup luas adalah kelompok muda. Kelompok ini lebih menyukai motif – motif yang sifatnya dinamis dan kekinian.

Motif tenun Sintang dibuat dengan cara mengikat-ikat benang untuk membentuk pola gambar tertentu. Motif inilah yang membuat kain tenun Sintang sangat unik dan menarik. Corak etnik kedaerahan yang sangat kuat dan khas menggambarkan kehidupan dan kepercayaan masyarakat Dayak. Proses mencipta motif kain tenun ini juga tidak sembarangan. Dalam sejarahnya, sudah merupakan tradisi dari leluhur masyarakat suku Dayak, dahulu sebelum membuat kain tenun diadakan ritual-ritual tertentu. Tujuannya agar hasilnya memuaskan. Puluhan bahkan ratusan motif-motif pada kain tenun ikat Dayak mengandung makna yang dalam karena berasal dari inspirasi dan pengetahuan para leluhur. Di dalam motif-motif itu tersirat petuah, pantangan dan semangat dalam kehidupan masyarakat Dayak. Ada motif-motif tertentu yang biasa dipakai untuk acara-acara adat dan dikenakan para bangsawan.

Saat ini kain tenun ikat memiliki perbedaan, yaitu tenun ikat Dayak asli dan tenun ikat moderen. Perbedaan nya adalah, kain tenun ikat dayak asli masih menggunakan bahan benang dan warna dengan bahan alami melalui proses secara tradisional yang dikenal dengan istilah kain besuoh, pewarnaan memanfaatkan daun, akar, batang, kulit, buah, umbi, maupun biji dari tumbuh-tumbuhan. Yang banyak dipakai misalnya mengkudu, jerenang, daun kayu leban, bunga tarum dan sebagainya, sedangkan kain tenun ikat moderen menggunakan bahan benang yang sudah jadi dan menggunakan zat warna kimia tanpa melewati persyaratan adat yang disebut dengan kain mata. Hal ini yang menyebabkan beberapa proses yang mengandung nilai ritual sudah tidak lagi dilakukan. (Mering, 2000)

nick soedarso