Memahami warna melalui teori Prang Color Wheel
Warna adalah estetika yang penting, karena melalui warnalah kita dapat membedakan secara jelas keindahan suatu objek. Warna dapat didefinisikan secara subjektif/psikologis yang merupakan pemahaman langsung oleh pengalaman indera penglihatan kita dan secara objektif/fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan.
Secara objektif/fisik warna diproyeksikan dari panjang gelombang (wave length), dan panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar 380-780 nanometer. Cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi sempit dari gelombang elektromagnetik.
Pemahaman tentang teori warna ini sudah berlangsung lama, yang dikaji dari sudut pandang ilmu pengetahuan, psikis dan estetika. Beberapa teori warna yang mengkaji dari sudut pandang ilmu pengetahuan adalah dari Isaac Newton seorang fisikawan yang telah mengkaji teori optik yang kemudian menghasilkan penemuannya mengenai refraksi cahaya menggunakan prisma kaca segitiga yang menghasilkan warna. Kemudian ada teori komplementer yang dicetuskan oleh Brewster dimana ia menghasilkan teori pemahaman pembagian warna menjadi beberapa kelompok/clustering, Teori ini pertama kali diungkapkan pada tahun 1831.
Untuk pemahaman teori warna secara psikis, pada konsep ini warna lebih berperan dalam suatu arti atau makna. Warna tidak hanya untuk keindahan estetika, warna bisa mewakili mood atau suasana. Misalnya merah menggambarkan keadaan psikis yang berhubungan dengan semangat dan memiliki pengaruh pada produktivitas, kompetisi dan keberanian. Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda. Dari pemahaman diatas dapat diambil kesimpulan bahwa warna, selain dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi prilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda atau objek yang dilihatnya.
Pemahaman secara estetika ini yang akan kita bahas lebih dalam lagi, menurut Louis Prang (1876) atau yang sering dikenal Prang Color Wheel, warna dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Hue, istilah yang digunakan untuk menunjukkan nama dari suatu warna, seperti kuning, merah , hijau, dan sebagainya. Value, adalah dimensi kedua atau mengenai terang gelapnya warna. Terakhir adalah Intensity, seringkali disebut chroma, dimana dimensi yang berhubungan dengan cerah atau suramnya suatu warna. Teori Prang saat ini yang paling banyak digunakan dalam industry kreatif baik untuk cetak maupun digital, dikarenakan penyederhanaan pengelompokan warna yang mudah dipahami dan diterapkan didalam industri tersebut. Teori Prang merupakan teori paling popular yang digunakan dikarenakan sistem warna Prang adalah sistem yang bisa diterapkan pertama kali untuk mereproduksi warna cetakan.
Dengan menggunakan teori Prang Color Wheel, industri kreatif seperti desain grafis, desain interior, desain fashion, dan sebagainya menggunakan Prang Color Wheel sebagai acuan dalam menerapkan warna yang digunakan dalam aplikasi. Mereka menerapkan teori warna tersebut untuk mencari keseimbangan warna yang harmonis untuk keperluan penciptaan visual agar lebih menarik dan dan bisa dinikmati indera mata terkait dengan pemahaman teori warna secara psikis.