Nirmana sebagai Pengkonstruksi Ulang “Diri”

Jurusan Desain Komunikasi Visual School of Design Binus University memetakan mata kuliah Nirmana pada rumpun mata kuliah pendidikan dasar dalam kurikulum pembelajarannya di semester pertama. Nirmana dimaknai sebagai wadah ekspresi dan eksperiensi yang berupaya memberi pemahaman dan pembekalan sensibilitas estetik akan imaji nir-representasi, nir-bentuk, yang tidak memanjakan mata dengan berbagai citraan realitas/hiperealitas.

Melalui penjelajahan dan pengorganisasian unsur-unsur rupa yang paling esensial seperti : titik, garis, bidang, tekstur, ruang dan warna, Nirmana memberikan ruang, untuk sejenak berpaling dari berbagai jejalan citraan yg tengah mengepung. Mahasiswa selaku pembelajar, dihantar memasuki ruang imaji, persepsi, dan asosiasi personal yang lahir melalui pengolahan dan pengkomposisian unsur-unsur rupa. Siswa diajarkan berdialog dan memperkaya kosa kata dengan unsur rupa, bukan sekedar melihat dan paham bentuk secara harafiah (presisi bentuk-mekanistis).

Pada tahap sedemikian, unsur rupa terpahami sebagai suatu ‘potensi’ yang persis hadir di balik rupa statis, dan menanti untuk dihidupkan kembali. Sebagaimana diungkapkan Ernst Cassirer, elemen titik, garis, bidang, tekstur, ruang, dan warna tersebut, bukan sekedar bagian dari peralatan teknis, melainkan merupakan momen-momen yang mutlak perlu, dan merupakan bagian dari wilayah intuisi artistik itu sendiri. Pendek kata, nilai abstrak menjadi fundamental, dan kepekaan menjadi poros upaya peningkatan sensibilitas estetik.

Sebagai pintu gerbang kurikulum pembelajaran pendidikan dasar desain, Nirmana diandaikan mampu secara sistimatis menempatkan proses pengasahan unsur kepekaan (sense) pada pusaran konten ajarnya. Nirmana menjadi wilayah paling esensial, di mana diri siswa dikonstruksi ulang, imajinasi dan intuisi didialogkan, rasa dan refleksi dipertajam, hingga mampu merengkuh kedalaman yang mengkristalisasi pada keyakinan estetik.