Pada tanggal 29-31 Mei 2014 kami mengikuti simposium nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan di Wisma Pratista, Cisarua, Bandung Barat. Adapun tema yang diusung pada simposium ini adalah “Mencari Humanisme Baru: Tantangan Milenium III”.

Simposium00

Bagi kami, simposium ini demikian berkesan. Selain materi menarik dan pembicara yang begitu handal dalam menyampaikan materi, panitia mampu mengemas keseluruhan simposium ini menjadi suatu kegiatan yang penuh keakraban, humor, dan begitu manusiawi.  Pelaksanaan simposium jauh dari kesan formal, kaku, dan segala macam atribut kerumitan Filsafat yang biasanya memusingkan maupun membosankan bagi peserta awam seperti kami. Beberapa materi ‘berat’ yang niscaya membutuhkan kedalaman konsentrasi pun dapat kami cerap dengan mudah. Diskusi pun dapat mengalir hangat, riuh, dan kerap diselingi senda gurau akrab, tanpa mengesampingkan substansi serta upaya pencarian solusi. Ketulusan serta semangat saling menghargai demikian lekat terasa pada tiap mata acara dalam simposium ini.

Sebagai hasil akhir dari simposium ini, Prof.Dr.I.Bambang Sugiharto sebagai ketua pantia, menyimpulkan “Manifesto Humanisme” sebagai berikut :

Humanisme adalah bermacam upaya untuk mengkonseptualisasi ulang ideal-ideal kemanusiaan kita sesuai dengan perubahan pengetahuan dan kesadaran kita atas hakekat kodrati manusia.

Ketika interaksi budaya kini kian ketat dan tak terelakkan, adalah imperatif bahwa kita saling belajar dari semua pihak untuk merumuskan ulang kesejatian (otentisitas) kodrati kita.

Ketika budaya teknologis kini telah menjadi  ‘alam kedua’ manusia, dan semakin memungkinkan kita mengubah kehidupan dan merekayasa evolusi kemanusiaan kita sendiri, adalah selayaknya kita mengenali kehendak ruhani kita yang lebih tinggi. 

Ketika kini kita sadari bahwa pengutamaan manusia berlebihan (Antroposentrisme) dan ontologisasi norma-norma budaya tertentu secara sepihak dapat melahirkan berbagai diskriminasi yang tak adil, segala bentuk Humanisme perlu waspada atas apa yang mereka singkirkan dan korbankan.

Dalam era kesejagatan yang tak lagi bersekat dan serentak sadar atas pentingnya perbedaan, bentuk-bentuk baru Humanisme yang etis adalah yang lahir dari rasionalitas antar semua pihak dan yang merangkum semua kutub dari berbagai polaritas.

Demikian, salam sejahtera dan sukses selalu bagi rekan-rekan keluarga besar Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan, Bandung. Bagi kami, simposium ini bukan sekedar pengkaya profesi dan keilmuan formal semata. Lebih dari itu, simposium ini mampu merengkuh lebih dalam, sebagai penutrisi bathin, hingga diri semakin mampu menyikapi  serta menata ulang rajutan hakekat makna kehidupan di era milenium ketiga ini. Sekali lagi, selamat  atas terselenggaranya simposium Humanisme yang demikian humanis.