Pemahaman Estetika
Menurut konsep estetika klasik, apa yang membuat suatu karya seni dapat disebut indah dan sebaliknya?
a. Estetika Mimesis
Berdasarkan Teori Plato, karya seni yang sebenarnya ada dalam duni Ideal yang sempurna dan karya seni yang ada sekarang hanyalah imitasi dari imitasi. Namun karena ketidakmungkinan imitasi yang sempurna, teori ini lama-kelamaan berubah dan seni tidak lagi sepenuhnya didasarkan pada dunia Ideal.
Karya seni yang bagus atau memiliki kualitas estetis adalah yang mirip dengan benda-benda yang ada di alam, persis seperti kenyataannya, dan mendekati realita. Realita yang bisa dirasakan oleh panca indera (dapat dilihat, dirasakan dan didengar). Semakin mirip sebuah lukisan dengan aslinya maka semakin karya itu dianggap bagus. Sebaliknya, suatu karya seni dianggap tidak bagus karena tidak memiliki kemiripan dengan kenyataannya atau tidak mendekati realita.
b. Estetika Ekspresivis
Berdasarkan Teori Tolstoy, sesuatu dianggap sebagai karya yang indah apabila:
1. Mampu menginfeksikan perasaan seniman kepada masyarakat luas.
2. Lewat infeksi tersebut, seniman mampu mengangkat moral masyarakat.
Tolstoy tidak menganggap indah karya-karya modern (di zamannya) karena hanya bertemakan seks, kekayaan, kebanggaan, dll. yang hanya bisa dinikmati oleh kaum elit. Tolstoy menganggap indah karya-karya yang mampu menginfeksi masyarakat luas, yang bertemakan umum seperti kasih sayang dan solidaritas.
Sebagai umat Kristen, Tolstoy juga percaya bahwa karya seni punya misi untuk mengangkat moral masyarakat lewat kasih sayang dan solidaritas. Karya seni yang tidak mampu mengangkat moral masyarakat tidaklah indah.
Berdasarkan Teori Croce-Collingwood (CC), karya seni adalah karya yang fokus pada “inside”, bukan “outside”. Emphasisnya ada pada emosi yang ingin diekspresikan seniman, bukan pada realisasi eksternal (realisasi eksternal menjadi tidak penting). Jadi, karya seni yang indah adalah karya seni yang lewat emosi yang diekspresikan mampu mengundang audiens untuk berimajinasi dan kemudian mengekspresikan emosinya sendiri (di dalam pikiran, karena emosi tidak perlu diekspresikan lewat karya menurut Teori CC).
Apakah orang merasa suatu karya sebagai indah sebagaimana dijelaskan kedua konsep estetika klasik?
a. Estetika Mimesis
Ya, banyak orang awam berpendapat apabila suatu karya mirip kenyataan, maka karya itu indah. Mimesis sering disebutkan bersamaan dengan realis dan naturalis, yang memiliki konsep kemiripan dengan benda-benda yang ada di alam. Lukisan Mooi Indie di bagian bawah menunjukkan konsep mimesis terhadap pemandangan alam di sekitar Gunung Galunggung. Lukisan ini menggambarkan detail dan pengaturan gelap terang yang realistis dengan pemilihan warna yang sesuai dengan kenyataan.
b. Estetika Ekspresivis
Ya, sebagai contoh adalah “Fountain” karya Marcel Duchamp. Fountain ini merupakan toilet pria yang diposisikan terbalik oleh Duchamp. Sesuai Teori CC, karya Duchamp ini tidak memperdulikan keindahan realisasi eksternal (outside) namun tetap dirasa indah oleh audiens karena emosi yang diekspresikan (inside) mampu mengubah pandangan masyarakat terhadap seni.
Kedua paham estetika klasik, yakni mimesis dan ekspresivis, mampu menjawab banyak pertanyaan mengenai seni dan apa yang menjadi keindahan seni. Namun berdasarkan pengalaman penulis sendiri sebagai mahasiswa desain, indah secara mirip saja tidaklah cukup. Indah secara konsep saja juga tidaklah cukup.
Bila mirip adalah semua yang diperlukan karya seni, maka dengan memegang cermin ke segala arah kita sudah menjadi seniman terhebat. Bila konsep adalah semua yang diperlukan karya seni, maka teknik seni dan sekolah seni tidak diperlukan dan semua orang bisa menjadi seniman. Bahkan walaupun kedua paham klasik ini saling melengkapi satu sama lain, masih ada hal yang luput dan belum tersentuh. Masih ada sesuatu yang indah yang di luar kedua paham tersebut.
Apakah kedua konsep estetika klasik sudah menjelaskan karya secara menyeluruh? Adakah aspek lain yang luput dan belum terjelaskan?
Apakah karya-karya ini meniru atau mirip dengan objek tertentu?
Apakah dalam pembuatannya sang seniman mengekspresikan suatu emosi tertentu?
Apakah karya-karya seni ini indah?
Tidak, tidak, dan ya. Hal inilah yang luput, yang belum tersentuh oleh paham estetika mimesis dan ekspresivis, bahwa karya seni dapat dilihat sebagai karya seni, indah karena indah, terlepas dari maksud seniman, audiens, maupun realita yang ada. Karya-karya ini indah karena bentuknya yang indah, proporsi dan komposisi yang tepat, yang merangsang mata sebagai indera visual untuk mengakui bahwa karya ini indah. Paham ini nantinya menjadi paham estetika ketiga, yakni estetika formalis.
Kesimpulan
Estetika Mimesis (Pasca Plato) mengatakan bahwa karya seni indah adalah yang mirip dengan aslinya, yang sesuai dengan realita dan kenyataannya. Tapi teori ini punya kelemahan. Tidak semua yang mirip itu bagus dan tidak semua karya seni yang bagus harus mirip dengan sesuatu. Contohnya adalah poster tipografi. Tidak ada sesuatu yang mirip dengan huruf-huruf itu, namun karya itu tetaplah indah.
Estetika Ekspresivis (CC) menganggap karya seni sebagai indah bila lewat emosi yang diekspresikan mampu mengundang audiens untuk berimajinasi dan kemudian mengekspresikan emosinya sendiri. Teori ini juga memiliki kelemahan. Konsep dan imajinasi sebaik apapun tidak akan cukup menjadikan sebuah karya seni menjadi indah tanpa adanya visual yang menarik.
Dapat disimpulkan bahwa kedua kelemahan dari paham estetika mimesis dan ekspresivis berhubungan dengan visual, bahwa ada visual yang dapat berdiri sendiri sebagai sesuatu yang indah, tanpa kemiripan maupun konsep. Keindahan karena bentuk inilah yang disebut estetika formalis. Namun estetika formalis pun mempunyai kelemahan, yakni hanya dengan visual yang menarik, tanpa kemiripan akan realita, tanpa konsep, maka nilai sebuah karya seni menjadi rendah. Hanya dengan menggabungkan ketiga paham estetika inilah, dengan kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi, kita dapat mempelajari dan mengkaji seni dan apa yang membuat seni menjadi indah secara menyeluruh.
Comments :