Theory and Critique : Croce Collingwood

Pandangan tentang ekspresi yang datang dari sudut pandang seniman pertama kali dikembangkan ke dalam filosofi seni dari seorang filosofis dari Itali, yaitu Benedetto Croce (1866-1952) di dalam “Estetika” (1902). Croce percaya bahwa spirit / roh manusia adalah satu-satunya kenyataan yang memanifestasikan dirinya ke dalam dan melalui sejarah. Pandangan ini menjadi titik awal dari teori ekspresi Croce, seperti yang kita ketahui. Teori Croce tidak berdiri sendiri. Di dalam “Principles of Art” (1937), Robin George Collingwood (1889-1943) mengembangkan teori ekspresi yang berkaitan dengan teori Croce dalam banyak hal. Karena banyak kesamaan, teori mereka biasanya disebut Croce-Collingwood Theory (CC theory).

Menurut Croce, yang penting dalam sejarah adalah bahwa sejarawan memusatkan perhatian pada peristiwa bersejarah dalam keunikannya. Keunikan ini sebagai suatu karakteristik yang membedakan peristiwa bersejarah dengan peristiwa fisik. Untuk memahami keunikan tersebut, diperlukan kemampuan alami yang disebut intuisi. Intuisi ini memungkinkan sejarawan untuk melakukan kembali / re-enact pengalaman masa lampau. Intuisi adalah pengertian langsung / cepat yang unik dalam peristiwa atau karakter, tanpa interverensi dari konsep, observasi, dan lainnya. Dalam rangka untuk memahami individu dan karakter unik dari subjek, sejarawan harus relive (menghidupi kembali) kejadian bersejarah atau karakter bersejarah di dalam pikirannya atau rohnya. Croce tidak peduli kepada eksternalitas dari tindakan bersejarah, tapi lebih mementingkan roh / “spirit” nya, apa yang ada di dalamnya, motif batin. Untuk memperoleh pengetahuan intuitif, sejarawan harus memahami motif dari tindakan yang sedang dia pelajari, identifikasi, dan membuatnya hadir / diperlihatkan kembali di dalam pikirannya.

Collingwood berkata bahwa setiap peristiwa memiliki bagian luar dan dalam. Bagian luar adalah semuanya yang bisa digambarkan dalam tubuh dan gerakannya. Bagian dalam adalah yang hanya bisa ditandai di dalam pikiran. Perhatian utama Collingwood bukan pada aspek eksternal dari tindakan bersejarah, tapi bagian dalamnya yang terdiri dari proses berpikir. Collingwood berkata: “Semua sejarah adalah sejarah dari pemikiran”. Collingwood memaknai sejarah sebagai “mengalami kembali pemikiran lampau di dalam pemikiran sejarawan” atau bisa disebut dengan “re-creating past experience”.

Pernyataan mendasar pertama teori CC mengenai seni adalah bahwa karya seni terletak di roh atau pikiran seniman. Inti dari seni adalah ekspresi dari intuisi (croce) atau imajinasi (Collingwood). Pernyataan dasar kedua adalah bahwa ekspresi tersebut tidak perlu untuk diwujudkan dalam bentuk karya seni (artwork). Pernyataan dasar ketiga adalah bahwa karya seni sejati hanya bisa diakses oleh audience jika pengamat melakukan re-experiences (croce) atau re-create (Collingwood) ekspresi original dari seniman.

Croce dan Collingwood berpendapat bahwa ekspresi, intuisi dan imajinasi berada di dalam pikiran/realitas moral seniman. Croce berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara intuisi dan ekspresi, keduanya identik. Menurutnya, intuisi dan ekspresi terjadi secara bersamaan. Collingwood menekankan bahwa penciptaan seni bertempat di pikiran seniman dan imajinasi tidak mendahului ekspresi. Menurutnya, seni merupakan “imaginative expression”. Menurut CC, imajinasi dan ekspresi berlangsung secara bersamaan. Imajinasi adalah ekspresi, jadi karya seni sejati sudah ada di dalam pikiran seniman.

Croce-Collingwood beranggapan bahwa karya seni sudah ada di pikiran seniman. Realisasi karya seni tidak dianggap penting.

LastSupper

Contoh: Menurut Croce, Leonardo da Vinci sudah berintuisi tentang lukisannya (The Last Supper) secara komplit di pikirannya jauh sebelum dia melukiskannya. Dalam hal ini, teknis pelaksanaan karya seni adalah insidental. Karya sudah ada di pikiran seniman, bukan sebagai emosi atau kesan, tapi sebagai ekspresi yang mana kontennya sudah dibentuk.

Collingwood berpendapat bahwa karya seni sejati hanya bisa dimengerti oleh audience jika mereka bisa menciptakan kembali imajinasi originalnya. Berkat imajinasi, karya seni sejati menginspirasi kita untuk mengekspresikan emosi kita. Bentuk nyata dari suatu karya seni hanyalah dampak dari imajinasi. Croce berpendapat bahwa pengamat harus mengalami intuisi original seniman atau ekspresi untuk dirinya sendiri. Penilaian sebuah karya seni, mengkritik karya seni, dan mengapresiasi keindahan karya seni, pada dasarnya sama dengan membuat karya seni.

Critique on Croce Collingwood

Corce-Collingwood mengatakan : “Karya seni sesungguhnya hanya ada di dalam pikiran.” Pandangan idealistik ini menekankan bahwa proses dalam pikiran lebih penting daripada proses merealisasikannya. Karena itulah teori CC mendapat banyak kritikan.

Tidak ada satupun alasan yang mengatakan bahwa seni yang sesungguhnya itu hanya ada di dalam pikiran seniman. Menurut Richard, Teori CC bisa benar apabila seni tidak dapat diwujudkan, tapi nyatanya seni itu perlu diwujudkan. Croce menganggap seniman adalah seseorang yang berimajinasi dalam pikiran mereka dan menggambarkannya dipikiran mereka, tanpa ada paksaan untuk merealisasikan (mewujudkan) karya mereka.

Perbandingan ini tidak bisa terapkan. Karena jika kita berimajinasi, kita bisa merealisasikan seni jika itu memang diperlukan. Teori ini rancu karena teori ini mendukung orang-orang yang hanya berpura-pura memiliki karya seni didalam pikiran mereka tetapi tidak bisa membuktikannya.

Teori cc mengabaikan arti penting dari media. Semua seni baik itu seni visual ataupun seni musik, sastra, dll sharusnya di realisasikan. Karena intuisi awal itu sering kabur, Imajinasi jarang muncul secara detail/jelas, maka diantisipasi dengan cara direalisasikan.

Media yang tidak sesuai memaksa seniman untuk menyelesaikan permasalahan rinci yang tidak terduga selama proses kreatif, dengan cara membuat penyesuaian dari intuisi awal. Teori CC mempertahankan bahwa teori ini tidak peduli dengan media nyata, melainkan media yang terkandung yaitu media nyata dalam pikiran.

Teori CC mengatakan bahwa karya seni dapat dinikmati oleh penikmat seni jika mereka dapat mengalami kembali dan menciptakan kembali imajinasi yang asli dari seniman.

Masalahnya adalah kita tidak dapat mengerti secara utuh keinginan seniman meskipun kita sudah melihat karya aslinya. Ada kemungkinan bahwa karya utuh yang dibuat oleh seniman dapat membuka penafsiran yang berbeda pada penikmat seni dan juga membuat penafsiran yang tidak utuh.

Teori CC termasuk ke dalam hermeneutika, hermeneutika adalah penafsiran sebuah seni melalui riset . Karena teori CC membedah pandangan detail tentang penafsiran terhadap suatu karya. Inilah sebabnya mengapa mereka berbicara tentang hal “mengalami kembali” dan “menciptakan kembali”. Sebagaimana telah kita tahu, pada kenyataannya, tidak mungkin.

Walaupun pada kenyataannya pandangan tersebut tidak mungkin, tapi CC menjelaskan bahwa penafsiran karya seni memiliki manfaat dari analisa kita tentang latar belakang seniman. Kedekatan mereka terhadap subjek dapat menambah isi kritikan, meskipun tidak semua orang setuju dengan hal itu.

Titik lemah dari Teori CC adalah teori ini tidak menjelaskan bahwa karya seni dapat menghasilkan penafsiran yang baru.  Menurut Hans-Georg Gadamer, hal ini disebabkan oleh hermeneutika sendiri yang membuat semua orang memiliki penafsiran yang sama.

Menurut Gadamer tidak ada pembagian yang tegas antara pengetahuan dan realitas. Karena pemahaman / interpretasi akan diserap kedalam realita dimana kita akan mengalami dan melihatnya. Penafsiran tidak terfokus kepada seniman saja, tapi lebih ke perpaduan dari pengalaman hidup seniman dengan pengalaman hidup penonton. Gadamer membuat kita sadar akan fakta bahwa point of view seseorang selalu berubah dan ditentukan secara historis, dimana karya seni tersebut ditafsirkan secara terus menerus dan beragam.

Seperti yang dikatakan oleh Gadamer, “Saat kita melihat suatu karya dan menafsirkannya, kita akan dibawa kedalam warisan budaya dari karya seni tersebut.”

Kelebihan: Konsep atau ide dalam membuat suatu karya seni itu penting atau dibutuhkan.

Kelemahan: Realisasi atau bentuk nyata dari suatu karya seni tidak dianggap penting. Padahal agar dapat menyampaikan maksud dari karya seni tersebut di butuhkan manifestasi nyatanya.