Kecerdasan Rohani
“………..
perlombaan bukan untuk yang cepat,
dan pertempuran bukan untuk orang perkasa,
dan makanan juga bukan untuk orang yang berhikmat,
dan kekayaan juga bukan untuk orang yang berpengertian
dan perkenan bahkan bukan untuk mereka yang berpengetahuan…..”
[Pengkhotbah 9:11]
Rangkaian kata diatas adalah penggalan kalimat yang dikutip dari alkitab. Mungkin pada kebanyakan orang menganggap referensi gak popular, kadaluarsa dan kuno, bisa jadi ada yang menertawakan, tetapi yang pasti Firman Allah selalu berlaku kapan saja, tak pernah usang, walau jaman berganti.
Menarik jika disimak dari keadaan yang sedang terjadi sekarang, berlaku terbalik. Semua mengusung ‘the best’, ‘yang terbaik’, ‘termahal’, ‘tercepat’, ‘terkuat’, terpandai, paling hebat, dlsb. Begitulah spirit industri yang sedang ditiupkan atas nama dunia persaingan, dikemas menarik dalam formulasi kata yang aduhai : “memenangkan persaingan di pasar global”, “menjadi merek yang Top Of Mind”, “Kaya tanpa kerja keras”, “CEO berpenghasilan terbesar”, Manajer termahal, Pemegang rekor tercepat, dan sangat banyak judul-judul yang bagaikan semilir angin meninabobokan kita di siang bolong, namun pada akhirnya akan berubah menjadi angin puting beliung, atau badai katarina, bahkan tsunami yang memporak-porandakan perasaan dan kepekaan terhadap sesama
Kalau boleh kita merenung… Sungguhkah kita benar-benar ingin berada di puncak sana ? Tidakkah kita melihat ini adalah bahaya laten yang disamakan dengan ‘krisis kemanusiaan’ ? Atau malah sibuk menghabiskan waktu guna mengekalkan posisi singasana?
Pada akhirnya terbentuklah pemikiran: “ saya atau karya saya saja yang bertengger di puncak kejayaan,
persetan dengan yang lain, toh saya menikmatinya”.
Ada puncak, pasti ada bukit, dan lereng
Ada nomor satu, ada juga nomor dua, pun nomor tiga dan seterusnya
Ada yang terbaik, dengan sendirinya ada yang kurang baik atau buruk sekalian…
Ada yang terkenal ada yang kurang terkenal, bagaimanan dengan yang tidak dikenal ?
Akankah ‘kasta’ ini bagian dari pendidikan yang akan kita bawakan /sampaikan kepada mahasiswa kita? Banyak yang bilang, abis… emang gitu keadaannya mau diapain lagi ? Trus kita mau bagaimana kalau gak ikut dalam arus itu ?
Menyerahkah kita ?
Menarik, jika kita amati daun teratai. Ia hidup dan mendapat makanan dari air, namun daunnya tidak basah karenannya, bahkan air yang tak mampu membasahi mengelundung kesana-sini membersihkan debu dipermukaanya, kemudian akhirnya jatuh lagi…
Daunnya yang bulat dan lebar melindungi kehidupan dibawahnya, yang sudah lebih dulu memberikan pertumbuhan bagi batang, daun dan bunga., diatasnya sering menjadi tempat bertenggernya katak, ular, capung, kupu-kupu, burung-burung kecil, apapun yang ingin menikmati santai atau mencari makan, bahkan aktivitas penyerbukan.
Sungguh suatu pemandangan yang “ayem” untuk dinikmati. Alam sangat mengajarkan kita untuk segala hal tentang hidup. Akankah spirit ‘kekinian’ segera menyeret dan menyingkirkan kita dari arti “bersama-sama”.
Bolehlah kita menjadi cerdas, menterjemahkan arti Sukses itu jadi a, b, c, d, e, f,………..sampai z. Yang kalau dirangkaikan, akan menjadi kalimat atau gubahan kata sangat indah, tentunya menyenangkan setiap pembacanya. Sesuai dengan tujuan hidup ini adalah, bahagia.
Yaa..sehubungan dengan keriaan yang akan diselenggarakan… Sepuluh tahun hanyalah soal waktu, sebelas mungkin punya perannya sendiri, sembilan bisa jadi sangat menyemarakkan. Jadi biarlah waktu bergulir, berganti suasana, berubah penampilan, namun kita tetap bersama, messrraa….!
Bersama Oom Jul
Julianto
Dosen dan Praktisi DKV
Comments :