IDE TIDAK DILINDUNGI HAK CIPTA
oleh : Tunjung Riyadi

Bambang, seorang art director senior advertising terkenal, tiba-tiba ngomel di depan televisi. Bambang sangat kesal lantaran melihat iklan televisi sebuah produk yang idenya sama persis yang dengan yang ia pikirkan belakangan ini. Kesalnya sangat wajar, sebab ia sudah memikirkannya berminggu-minggu untuk persiapan presentasi di depan klien.

Dalam ranah demikian, persamaan tak sengaja terhadap sebuah ide tetaplah timbul. Apalagi bila unsur kesamaan itu adalah dari terang-terangan menyontek/mengambil ide milik pihak lain. Terus bagaimana? Mau menuntut? Apa buktinya?

Ide tidak dilindungi hak cipta

Rasanya judul diatas bagai “kiamat” kecil bagi para desainer. Sebab budaya yang dibawa seorang desainer tidak jauh dari berpikir kreatif, mencari ide. Lalu dimanakah letak perlindungan terhadap karya-karya para desainer, khususnya desainer grafis?

Jawabannya bisa ditemukan dalam sebuah buku berjudul: Hak Cipta dalam Desain Grafis yang ditulis Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H., M.H., C.N.

Dalam buku tersebut dinyatakan, agar ide dapat dilindungi hak cipta maka ia harus diwujudkan dahulu dalam suatu bentuk kesatuan yang nyata. Itulah inti dari doktrin fixation. Prinsip fixation ini memgharuskan adanya bentuk (form) tertentu dari suatu ciptaan. Misalnya sebuah lagu ciptaan harus dituangkan dalam bentuk rekaman suara, karya tulis dalam bentuk naskah, baik di atas kertas maupun format digital.

Terbitnya buku ini bermula dari pertanyaan yang banyak dilontarkan di komunitas FDGI (Forum Desain Grafis Indonesia): tentang apa itu hak cipta dan apa kaitannya dengan desain grafis?

Jika menelusuri sejarah hak cipta, dari buku ini disebutkan, bermula dari abad pertengahan di Inggris. Tepatnya pada tahun 1476 saat ditemukannya mesin cetak oleh William Caxton. Mesin cetak ini mempermudah perbanyakan (copy) karya-karya tulis pada saat itu. Hingga melahirkan banyak perusahaan penerbitan. Untuk melindungi kepentingan bisnis mereka, para penerbit tersebut meminta raja untuk memberikan hak monopoli reproduksi penerbitan karya-karya tulis tertentu. Penerbit menginginkan agar hanya mereka yang memiliki copyright atas karya-karya tulis tersebut.

Tentu saja buku ini tidak hanya mengulas tentang sejarah hak cipta. Muatan menarik justru ada di bagian tanya jawab seputar hak cipta desain grafis, seperti contoh berikut: “Klien punya ide. Kita disuruh membuat logo berdasarkan ide tersebut. Siapa yang memiliki hak cipta atas logo itu? Klien atau pembuat logo?”. Pertanyaan menarik tersebut akan anda temukan jawabannya di buku tersebut.

Terbitnya buku yang terkesan diam-diam ini sebenarnya merupakan jawaban dari pertanyaan para kreator bidang seni dan desain dalam hal hak kekayaan intelektual (haki). Beberapa tanya jawab yang diangkat dalam buku ini sebenarnya cukup mewakili kasus-kasus lain yang berdekatan dengan seni dan disain, jadi bisa menjadi rujukan awal bagi pelaku seni rupa yang lain.

– – – – – –

Spesifikasi

Judul
Hak Cipta dalam Desain Grafis

Konseptor
FDGI (Forum Desain Grafis Indonesia)

Penulis
Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H., M.H., C.N

Pengarah Artistik
Eka Sofyan Rizal

Desainer
Arif Priyono Susilo

Ukuran
14,5 x 20,5 cm

Jumlah Halaman
80 halaman

Penerbit
Yellow Dot Publishing

. . .