Secara sederhana, komposisi adalah susunan unsur-unsur visual yang membentuk suatu konfigurasi utuh dan menyeluruh melampaui sekadar penjumlahan unsur-unsur tadi. Setiap karya visual memiliki suatu susunan atau tema komposisional. Orang membuat susunan ini baik secara sadar ataupun tidak, atau dengan kata lain orang sama sekali tidak mungkin membuat karya visual tanpanya. Sebuah titik yang dibubuhkan pada selembar kertas sekalipun sudah memiliki susunan atau tema komposisional, yakni bagaimana posisi titik itu terhadap kertas, misalnya apakah di tengah-tengah (tema komposisi simetris) atau di samping (tema komposisi asimetris). Tema komposisional inilah yang membangun suatu kesan, ekspresi, mood atau pesan, secara visual.
Untuk menegaskan, komposisi berarti adalah soal bagaimana hubungan antar unsur-unsur visual, bukan apa itu unsur-unsurnya. Ketika kita sedang mengulas komposisi karya yang sudah jadi, hubungan-hubungan inilah yang menjadi fokus perhatian kita. Meskipun demikian, hubungan ini memang tidak kasat mata. Komposisi di sini bagaikan kerangka, struktur atau blueprint implisit dari sebuah bangunan yang sudah jadi. Kita tidak melihat langsung blueprint itu, melainkan yang kita lihat adalah macam-macam komponen bangunan dengan tekstur permukaan masing-masing (misalnya tembok dengan tekstur batu, pintu dan jendela dengan tekstur kayu dan seterusnya), yang masing-masing dipasang sesuai dengan skema blueprint rancangan yang tidak nampak langsung tadi. Jadi meski tidak hadir secara gamblang, tanpa eksistensi blueprint ini, sebuah bangunan sama sekali tidak mungkin ada (yang akan ada hanyalah timbunan tidak beraturan dari berbagai komponen bangunan).
Namun, meskipun berperan sebagai blueprint tidak kasat mata yang mengatur susunan elemen-elemen visual kasat mata, komposisi ternyata bukan hanya menyangkut soal ‘tampilan visual’ melainkan merupakan fondasi dari makna.[1] Dalam semiologi atau strukturalisme yang menyelidiki bahasa verbal, makna ditunjukkan muncul dari relasi-relasi pembedaan, yakni antara suatu tanda (baca: kata) dengan jeda dan dengan kata-kata lainnya dalam suatu kalimat. Relasi-relasi pembedaan dalam sebuah karya visual tidak lain dibangun lewat pembedaan-pembedaan antar tiap elemen visual dengan ruang kosong dan dengan elemen-elemen visual lainnya dalam sebuah komposisi (misalnya lewat pembedaan posisi, skala, warna dan sebagainya).
Pada dua contoh di atas, terdapat obyek gambar yang sama yaitu sepasang karakter fantasi, namun dikomposisikan dengan dua cara berbeda, di mana masing-masing cara akan membawa efek atau makna visual yang berbeda pula. Pada contoh yang pertama, komposisi membawa kesan ‘netral’ atau tanpa kesan apapun dan ‘statis.’ Itu karena posisi obyek gambar terpaku di tengah-tengah bidang latar, dengan ukuran relatif kecil jika dibandingkan bidang latar tersebut. Pada contoh kedua, obyek gambar yang sama membawa kesan lebih naratif, di mana sepasang karakter lebih nampak sedang berada dalam suatu dialog. Nampak seakan si tokoh pria dan wanita bertendensi untuk bergerak ke arah yang berbeda atau berlawanan. Yang pria condong buntuk bergerak ke arah kiri belakangnya (ke ruang kosong dalam panel) dan yang wanita seolah sedang berhenti dengan arah pandangnya yang menghadap ke depan, ke arah kita. Itu karena komposisi menerapkan pembesaran skala (dengan cropping) yang jika obyeknya adalah figur manusia, mengekspose mimik atau ekspresi wajah, memungkinkan figur tersebut lebih bercerita. Dan peletakkan asimetris (tidak di tengah-tengah) pada contoh yang kedua ini juga membuat kita menangkap tendensi gerak dari salah satu karakter ke arah bidang kosong. Framing atau komposisi seperti ini merupakan cara yang selalu diterapkan dalam komik ataupun sinematografi.
Pada kenyataannya, komposisi seringkali memang memiliki konfigurasi lebih kompleks dari contoh di atas karena di dalamnya bisa terdapat lebih dari satu atau banyak obyek gambar. Meskipun demikian, contoh sederhana ini bermaksud untuk pertama-tama menunjukkan bahwa komposisi berperan bukan hanya sebagai ‘pemanis tampilan visual,’ melainkan sebagai suatu struktur naratif yang membangun makna visual. Sebuah fungsi sentral dalam komunikasi visual. (Bersambung ke bagian kedua.)
[1] Lih. Samara, Timothy, Design Elements, A Graphic Style Manual, Rockport Publishers, Massachusetts, 2007, pp. 48-53.