Salah satu bentuk latihan dasar dalam pembelajaran desain adalah menumbuhkan kepekaan estetis dengan cara menciptakan berbagai macam komposisi visual nirmana menggunakan elemen – elemen dasar visual. Dengan menggunakan elemen dasar seperti: titik, garis, bidang, tekstur, kita dapat membuat sebuah komposisi dengan tema (rasa) dasar tertentu seperti balance, rhythm, contrast[1] dan setersunya. Nirmana yang merupakan gabungan dari kata nir atau tanpa dengan mana atau makna, dalam konteks pendidikan desain adalah latihan olah bentuk dengan tidak menghiraukan makna, sebuah pendekatan dasar dalam mempelajari keindahan bentuk murni; bentuk-bentuk yang tidak mewakili objek nyata; seringkali bentuk-bentuk geometris abstrak. Sebuah cara memahami keindahan yang mengkristal dalam paham formalisme di awal sampai pertengahan abad ke-20.[2]
Seperti pepatah ‘Ada banyak jalan menuju roma’, begitu pula dalam desain, ada seribu satu cara menghasilkan keindahan. ”…unlike math, in art there is never a single correct solution. This is why artists and designers are often called creatives.”[3] ‘Ramuan’ yang sudah menjadi pakem bisa dibongkar, ditelusuri, dimodifikasi untuk menemukan kebaruan. Bagian akhir dari Lokakarya Useless Useful Object mencoba bereksperimen dengan pendekatan nirmana, menggunakan objek-objek tiga dimensi yang diperlalukan sebagai elemen dasar.
Mahasiswa diminta menciptakan karya-karya nirmana dua dimensi dengan mengeksplorasi elemen-elemen bentuk dasar dan ruang positif-negatif yang terbentuk dari objek-objek latar depan dan latar belakang kertas kosong. Eksplorasi pencarian bentuk dilakukan dengan berinteraksi langsung dengan dunia fisik,[4] dalam arti tidak dengan ‘menggambar’ tapi dengan memanipulasi objek-obyek fisik 3 dimensi untuk menghasilkan gambar dua dimensi menggunakan teknik kolase dan stencil.[5] Dengan kolase kita menciptakan komposisi, dan dengan stencil kita menciptakan projeksi dua dimensi dari objek fisik. Gabungan dari dua hal tersebut mendorong pendekatan baru dalam proses penciptaan bentuk, dimana hubungan figure & ground[6] diacak, identitas objek dikaburkan menjadi satu kesatuan bentuk visual baru yang terasa akrab namun sekaligus asing, unik, berbeda.
[1] Elemen visual (Points, Lines, Shapes, Space, Texture, Value, Color, Motion) dan prinsip visual (Unity & Harmony, Balance, Scale & Proportion, Contrast & Emphasis, Rhythm).
[2] Formalisme merujuk pada cara melihat sebuah karya seni berdasarkan aspek-aspek formal atau komposisionalnya. “… form means the constituent elements of a work of art independent of their meaning …Formal elements include primary features which are not a matter of semantic significance… The secondary features are the relations of the primary fetures with one another… https://fccs.ok.ubc.ca/about/links/resources/arthistory/elements.html (diakses 5 Mei 2017).
[3] Pipes, Alan. Foundation of Art and Design. Laurance King Publishing, London, 2003. p.10
[4] Metode olah bentuk yang disebut physical thinking dalam Lupton, Ellen & Phillips, Jennifer C., Graphic Design Thinking: Beyond Brainstroming. Princeton Architectural Press, New York, 2011. Pp. 140, 148.
[5] Stencil adalah teknik cetak menggunakan bidang yang memliki celah/lubang dengan bentuk yang spesifik dimana tinta dapat melaluinya sehingga menghasilkan cetakan tinta yang berbetuk celah tersebut.
[6] Salah satu prinsip Gestalt yang sering digunakan dalam menjelaskan pola persepsi visual manusia.